Tujuh Rumus Kebahagiaan

Diterbitkan Oleh eko rosandi pada 07 April 2011 | 03.55


Apakah Kebahagiaan Itu?
Menurut Arvan Pradiansyah, penulis buku best seller The 7 Laws of Happiness, kebahagiaan berbeda dengan kesuksesan. Kalau kesuksesan adalah mendapatkan yang Anda inginkan (getting what you want). Misalnya, Anda pergi dari Surabaya ke Jakarta, maka Anda baru dibilang sukses apabila Anda sudah sampai di Jakarta. Kalau Anda belum sampai, maka belum sukses. “Jadi, sukses adalah mendapatkan apa yang kita inginkan.”
Lain lagi dengan bahagia. Kalau bahagia, adalah menginginkan apa yang sudah didapatkan. “Jadi, kalau kita mau pergi ke Jakarta, kita baru dibilang sukses kalau sudah sampai Jakarta, tapi ketika berangkat dari Surabaya sudah menikmati perjalanan itu dengan suka cita, maka itu sudah disebut bahagia. Bahagia itu “wanting what you get”.
Jadi, bahagia itu lebih kepada ‘proses’ nya, bukan kepada ‘pencapaian’ atau ‘target’ nya.

Kunci Kebahagiaan : Menjaga Pikiran
Karena kebahagiaan itu lebih pada proses, dan bukan pencapaian atau target maka kunci kebahagiaan ada pada pikiran. Artinya, orang bisa bahagia atau tidak bergantung pada pikirannya. Memang, selama ini orang terlanjur memahami bahwa hati lah yang menjadi kunci kebahagiaan. Jika seseorang bisa mengelola pikirannya, Insya Allah qalbu nya juga terjaga. Selain itu pula, orang yang bisa mengelola pikirannya, maka perasaannya pun akan menjadi baik.
Sebagai contoh, perasaan seseorang yang sebelumnya tenang tiba-tiba berubah kesal dan marah lantaran pikiran orang itu terganggu oleh sebuah pesan singkat di handphone-nya yang memaki-maki dengan kata-kata kasar. Dan, perasaan orang tadi berubah lega dan tenang kembali, karena lima menit kemudian datang pesan singkat susulan yang berisi permohonan maaf atas kesalahan pesan sebelumnya.
Dari contoh sederhana itu, yang membuat perasaan menjadi gundah gulana, tidak tenang, kecewa, itu adalah ‘apa yang masuk ke dalam pikiran’. Jadi, pikiran mempengaruhi perasaan, tapi setelah itu perasaan mempengaruhi pikiran juga.

7 Rumus Kebahagiaan
1.    Sabar (Patience)
Kalau pikiran-pikiran yang masuk ke dalam kepala adalah mengenai ‘hasil’ maka pikiran itu tidak akan membuat seseorang bahagia, karena definisi sabar itu bukan pada hasil. “Sabar itu adalah pada proses”. Yang paling penting kita nikmati prosesnya, bukan hasilnya.
Banyak orang yang ingin mendapatkan hasil, tapi tidak mau menjalani proses. Nah, itulah orang yang tidak bahagia. Misalnya, orang mau kaya, tapi tidak mau menjalani proses untuk menjadi kaya, apakah dia bisa kaya? Bisa, tapi dia tidak menjalani proses yang benar untuk menjadi kaya. Dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan, tapi dia tidak menikmati prosesnya, alias tidak bahagia, padahal mestinya pikiran kita itu diisi dengan indahnya sebuah proses, nikmatnya sebuah proses.
2.    Syukur (Gratefulness)
Kebanyakan orang tidak bersyukur. Itu karena pikirannya dipenuhi oleh hal-hal yang belum dia miliki. Kalau pikiran seseorang dipenuhi dengan apa-apa yang sudah menjadi miliknya sekarang, maka perasaan syukur akan betul-betul lahir. “Jadi, mari kita fokuskan pikiran pada apa yang telah kita miliki. Ini penting, agar kita selalu bahagia dan bersyukur setiap saat.”
3.    Sederhana (Simplicity)
Simplicity atau sederhana itu ‘melihat ke luar’. Yaitu, bagaimana seseorang melihat masalah dalam hidupnya itu sebagai sesuatu yang sederhana, bukan suatu hal yang kelihatan sangat kompleks atau rumit. Simplicity adalah ‘menemukan hakikat di balik setiap masalah’. Ketika kita mampu melihat hakikat di balik setiap pernak-pernik, maka kita bisa melihat dunia ini sederhana sekali sebenarnya, dan kita bahagia kalau melihat kesederhanaan itu.
4.    Kasih (Love)
Seseorang sulit mengasihi orang lain, karena yang dia masukkan ke dalam pikirannya selalu kata-kata “di”. Yang benar, kalau bicara mengenai kasih, yang harus dipikirkan adalah bagaimana caranya menjadi orang yang lebih “dikasihi” oleh orang lain.
Pikiran seseorang harus diisi dengan “me” bukan “di”. Sebab, jika semua orang berpikir “di”, maka siapa yang “me”? Sebaliknya, apabila semua orang berpikir “me”, maka semua akan mendapatkan. “Jadi, pikiran kita harus diisi dengan “me”, bukan “di”, karena kalau ‘di”, siapa yang mau menyayangi kita. Kalau “di”, kita meletakkan kebahagiaan kita kepada orang lain. Tapi, kalau “me”, kebahagiaan kita ada di dalam diri kita sendiri.
5.   Memberi (Giving)
Rumus sukses ialah memberi sesuatu yang lebih banyak lagi. Kalau modalnya 10 dan dapatnya 100, maka itu berarti sukses. Sedangkan kebahagiaan ruusnya ialah give more accept less. Itulah ikhlas yang merupakan puncak tertinggi dari ‘giving’ (pemberian), yakni ketika kita bisa memberi tanpa mengharap akan mendapatkan balasannya.
6.    Memaafkan (Forgiving)
Memaafkan, berarti memasukkan pikiran ke dalam kepala, bahwa orang yang menyakiti itu sesungguhnya mempunyai sisi yang baik. Sebab, sering kali orang tidak mau menerima bahwa orang lain itu mempunyai hal-hal yang baik. Yang dimasukkan ke dalam pikiran akhirnya kejelekannya, sehingga orang sulit memaafkan. Nah, kalau pikiran kita diisi dengan mengingat-ingat kebaikan dia, maka perasaan kita akan berubah, karena sesungguhnya ketika kita memaafkan itu akan memberi manfaat pada kita sendiri, bukan kepada orang yang berbuat kesalahan kepada kita.
7.    Berserah Diri (Surrender)
Orang yang beriman adalah orang yang ketika sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi, dia masih bisa menyerahkan ketidakmampuannya itu kepada Allah SWT. Sedangkan orang yang tidak beriman, tidak akan bisa bahagia, karena sebagai manusia kemampuannya selalu terbatas. Nah, kalau orang yang beriman kemampuannya tidak terbatas, karena dia mempunyai Allah. Itulah yang harus kita masukkan ke dalam kepala kita. Ketika kita sudah tidak bisa ngapa-ngapain pun, kita masih bisa menyerahkan kepada Allah untuk menyelesaikan segalanya untuk kita. Itu bedanya beriman dan tidak beriman.

oleh : B-A

0 komentar:

Posting Komentar

Berikan pendapat anda tentang posting kami... terimakasih.